Rabu, 25 Mei 2011

TITAFI 2011 XXVI (26) di adakan di Surabaya

Temu Ilmiah Tahunan Fisioterapi Indonesia ke 26
Surabaya, 9 - 11 Juni 2011
Workshop Manualterapi Lumbopelvic Complex terbatas untuk 50 peserta
Pilihan Biaya
Untuk pilihan biaya:
Rp 2.475.000,-
Akomodasi 3 hari 3 malam (check in tgl 8 jam 12.00, check out tgl 11 jam 12.00)
Makalah, Sertifikat, Makan pagi, siang, malam dan snack
Rp 1.650.000,-
Tanpa akomodasi
Makalah, Serifikat, makan siang dan snack
Cara Pembayaran
Untuk pilihan transfer bank, silakan kirim ke rekening berikut:
Bank BCA KCP Dharmahusada
No. rek. 3880426515
A.n. Trissilowati
Bank MANDIRI KC Sidoarjo
No. rek. 141-00-0682496-5
A.n. Fransisca Xaveria Hargiani

sumber fisiosby.com

Senin, 23 Mei 2011

Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Indonesia (PERDOSRI)

sebagai organisasi yang mempersatukan seluruh Dokter Spesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi di Indonesia, secara konsisten selalu membenahi diri dengan meningkatkan professionalism dan khasanah keilmuan para anggotanya, agar dapat terus mengambil peranan penting dalam manajemen berbagai penyakit.
Untuk itulah perlu dipelihara komunikasi dan suasana diskusi yang bersifat ilmiah diantara para Sejawat Spesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi, yang kami wujudkan dengan peluncuran website www.perdosri.com. Website ini diharapkan dapat menjadi milik kita bersama dan dimanfaatkan secara maksimal, khususnya untuk kepentingan organisasi, dan kepentingan masyarakat yang memerlukan pelayanan Rehabilitasi Medik pada umumnya.
Sumbang saran dan urun rembug dari Sejawat yang terhormat, sangat kami nantikan untuk mengaktifkan dan memajukan website ini pada masa-masa mendatang, tentunya sebagai wujud kesungguhan kita menjunjung tinggi nama baik dan menjalankan amanah Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Indonesia.
Selamat berdiskusi !

Rapat IFI dengan DPR

LAPORAN SINGKAT
KOMISI IX DPR RI
(BIDANG DEPARTEMEN KESEHATAN, DEPARTEMEN TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI, BADAN PENGAWAS OBAT & MAKANAN, DAN BKKBN)
I. PENDAHULUAN
Ketua Rapat membuka Rapat Dengar Pendapat Umum Komisi IX DPR-RI dengan Ikatan Fisioterapi Indonesia pukul 14.30WIB setelah kuorum terpenuhi sebagaimana Peraturan TataTertib DPR RI Pasal 99 ayat (1) dan rapat dinyatakan terbuka untuk umum.
II. POKOK-POKOK PEMBICARAAN
Pelayanan Fisioterapi merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh seorang fisioterapis yang memiliki pengetahuan dan keterampilan melalui pendidikan formal bidang fisioterapi dan kepadanya diberikan kewenangan tertulis untuk melakukan upaya fisioterapi.
Fisioterapi adalan bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu dan atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang daur kehidupan dengan menggunakan penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan (fisik, elektroterapeutis dan mekanis), pelatihan fungsi, komunikasi.
Fisioterapis adalah seseorang yang telah lulus pendidikan fisioterapi dan kepadanya diberikan kewenangan yang dimilikinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dimensi pelayanan fisioterapi meliputi: promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif dengan cakupan pelayanan mulai dari pra seminasi sampai dengan ajal.
Kualifikasi fisioterapis terdiri dari Fisioterapis Trampil dan Fisioterapis Ahli.
Fisioterapis Trampil adalah Fisioterapis lulusan Pendidikan Diploma III/Ahli Madya Fisioterapi. Fisioterapis Ahli adalah Fisioterapis lulusan Pendidikan Sarjana Fisioterapi.
Jumlah fisioterapis sampai dengan tahun 2005 sebanyak 4904 dengan kualifikasi Fisioterapis Ahli sebanyak 324orang dan kualifikasi Fisioterapis Trampil se banyak 4580 orang, yang tersebar di seluruh provinsi di Indonesia dan bekerja di Rumah Sakit, Puskesmas, Balai pengobatan, Klinik pribadi, Panti Jompo, Pusat Kebugaran dan Spa, sarana olahraga serta sarana lainnya.
Dari jumlah 4904 orang fisioterapis tersebut yang bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil sebanyak 1700 orang (1470Trampil dan 230 Ahli) yang tersebar di seluruh provinsi.
Dari data Ditjen Pelayanan Medik Depkes RI menunjukkan jumlah rata-rata fisioterapis pada Rumah Sakit Tipe A sebanyak 25 orang, pada Rumah Sakit Tipe B rata-rata sebanyak 7 orang dan pada Rumah Sakit Tipe C sebanyak 1-2 orang Fisioterapis.
Pelayanan fisioterapi dikembangkan pada berbagai fragmentasi pelayanan fisioterapi meliputi :
1. Fisioterapi Kesehatan Wanita :
- Masalah kesehatan reproduksi
- Kehamilan
- Proses Persalinan
- Paska persalinan
2. Fisioterapi tumbuh kembang
- Perkembangan dan pertumbuhan bayi
- Bayi dengan cacat bawaan
- Masa bayi dan balita
- Penyakit infeksi
3. Fisioterapi Kesehatan dan Keselamatan Kerja
4. Fisioterapi Usia Lanjut (Geriatri)
5. Fisioterapi Olahraga
6. Fisioterapi Kesehatan Masyarakat
7. Fisioterapi Pelayanan Medik
Pelayanan Fisioterapi di Indonesia akan mengalami perubahan yang disebabkan oleh perubahan pola penyakit, tuntutan profesionalisme dan kebutuhan masyarakat akan pelayanan yang berkualitas, legal dan absah serta adanya tekanan global, dimana akan banyak fisioterapis asing yang datang ke Indonesia maka salah satu cara adalah pelayanan Fisioterapi harus terakreditasi.
Fisioterapi perlu melakukan pengembangan Pendidikan kearah Program Strata 1 Profesi dan realisasi akreditasi pelayanan Fisioterapi, sehingga terwujud pelayanan Fisioterapi yang berkualitas dan absah.
III. RANGKUMAN
Setelah mendengarkan pertanyaan/saran dan harapan Anggota serta jawaban dari Ikatan Fisioterapi Indonesia maka sebelum Rapat ditutup, Ketua Rapat menyampaikan dan membacakan beberapa rangkuman rapat sebagai berikut :
1. Komisi IX DPR RI memahami peran tenaga fisioterapi dalam pelayanan kesehatan masyarakat sehingga tenaga fisioterapi harus memiliki profesionalitas yang tinggi melalui jalur pendidikan yang memadai.
2. Komisi IX DPR RI mendukung Ikatan Fisioterapi Indonesia untuk mengembangkan strata pendidikan Fisioterapi ke tingkat lebih tinggi dari yang ada sekarang ini di Indonesia.
3. Komisi IX DPR RI mendorong Ikatan Fisioterapi Indonesia untuk membuat standarisasi profesi fisioterapi dan mengembangkan peran fisioterapi dalam bidang olah raga serta bidang lain.
Rapat ditutup pukul 16.10 WIB
Jakarta, 12 Februari 2007
Pimpinan Komisi IX DPR-RI
Wakil Ketua,
MAX SOPACUA, SE, M.Sc.

Izin Praktek Fisioterapi

Izin Praktek Fisioterapi
Ketentuan Perizinan
Dasar hukum pemberian Izin Praktek Fisioterapi berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 1363/Menkes/SK/XII/2001 tentang Registrasi dan Izin Praktik Fisioterapis dan Peraturan Daerah Kabupaten Kuantan Singingi Nomor 9 Tahun 2001 Tentang Retribusi Pelayanan Kesehatan.
Persyaratan Pemohon
Mekanisme Pengajuan
Lama Penyelesaian
Biaya Perizinan
Hasil Proses
Persyaratan Pemohon
Surat Permohonan diatas Materai Rp 6.000,-
Foto Copy KTP Pemohon
Foto Copy Ijazah Fisioterapi / Legalisir
Foto Copy SIF yang masih berlaku
KIR Dokter / Surat keterangan sehat dari dokter
Pas Foto warna 4 x 6 sebanyak 2 lembar
Mekanisme Pengajuan
Mengajukan berkas permohonan di loket pe layanan
Pemeriksaan berkas (lengkap)
Survey ke lapangan (apabila perlu)
Penetapan SKRD
Proses Izin
Pembayaran di Kasir
Penyerahan Izin
Lama Penyelesaian
Selama 7 hari
Biaya Perizinan
Rp. 250.000,-
Hasil Proses
Surat Izin

Izin Praktek Fisioterapi

I. DASAR HUKUM
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan;
Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1363/Menkes/SK/XII/2001 tentang Registrasi dan Ijin Praktek Fisioterapis;
Peraturan Pemerintah No 32tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan
Keputusan Menteri Kesehatan RI NO 1277/Menkes/SK/XI/2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan
Kepmenkes RI No. 1457/Menkes/SK/X/2003 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota
Keputusan Kepala Kantor Wilayah Departemen Kesehatan Propinsi Jawa Barat No.HK.00.07.1-7.1317A tentang Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Sarana Pelayanan Kesehatan Dasar Swasta Di Propinsi Jawa Barat;
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 920/Menkes/Per/XII/86 Tentang Upaya Pelayanan Kesehatan Swasta di Bidang Medik;
Perda Nomor 25 Tahun 2003 Tentang Retribusi Pelayanan Kesehatan Pada Puskesmas dan Perizinan Sarana Pelayanan Kesehatan Lainnya Pada Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya;
II. PERSYARATAN
Permohonan kepada kepala BPPT Kota Tasikmalaya
Surat Pernyataan Mempunyai Tempat Praktek (Lampirkan : Gambar Denah Bangunan Beserta Ukuran Dan Peta Lokasi);
Daftar Ketenagaan;
Dokter Penanggung Jawab, dengan Melampirkan : Fotocopy SIP Dokter Spesialis Rehabilitasi Medik, Surat Pernyataan Tidak Keberatan Dari Atasan Langsung, Pas Photo 3x4 cm Berwarna 2 (dua) Lembar, Kartu Tanda Penduduk (KTP)
Pelaksana Harian, Dengan Melampirkan : Surat Pernyataan Kesediaan Melaksanakan Pelayanan, Fotocopy SIP Fisioterapi, Pas Photo Berwarna 3x4 cm 2 (dua) Lembar. Kartu Tanda Penduduk (KTP), Surat Keterangan Sehat Dari Dokter;
Daftar Alat, Jenis Pelayanan dan Pola Tarif
Surat Rekomendasi Dari Kepala Puskesmas Setempat
III. BIAYA
-
IV. MASA BERLAKU
5 (lima) tahun

SANKSI - SANKSI PELANGGARAN KODE ETIK PROFESI FISIOTERAPI

PENGERTIAN FISIOTERAPI
Fisioterapi merupakan ilmu yang menitik beratkan untuk menstabilkan atau memperbaiki gangguan fungsi alat gerak/fungsi tubuh yang terganggu yang kemudian diikuti dengan proses/metode terapi gerak.
Menurut Departemen Kesehatan Indonesia Fisioterapi adalah suatu pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk individu dan atau kelompok dalam upaya mengembangkan, memelihara, dan memulihkangerak dan fungsi sepanjang daur kehidupan dengan menggunakan modalitas fisik, agen fisik, mekanis, gerak dan komunikasi.
Seseorang yang ahli dibidang fisioterapi disebut fisioterapis.
Ketentuan - ketentuan umum seorang fisioterapis dalam sebuah keputusan menteri mengatakan :
- Fisioterapis adalah seseorang yang telah lulus pendidikan fisioterapi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
- Fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu dan atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang daur kehidupan dengan menggunakan penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan (fisik, elektroterapeutis dan mekanis), pelatihan fungsi, komunikasi.
- Surat Izin Fisioterapis selanjutnya disebut SIF adalah bukti tertulis pemberian kewenangan untuk menjalankan pekerjaan Fisioterapi di seluruh wilayah Indonesia.
- Surat Izin Praktik Fisioterapis yang selanjutnya disebut SIPF adalah bukti tertulis yang diberikan kepada fisioterapis untuk menjalankan praktik fisioterapi.
- Standar Profesi adalah pedoman yang harus dipergunakan sebagai petunjuk dalam menjalankan profesi secara baik.
STANDAR PRAKTIK FISIOTERAPI
Menurut KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1363/MENKES/SK/XII/2001 tentang registrasi dan izin praktik fisioterapis menteri kesehatan republik Indonesia BAB IV mengenai PRAKTIK FISIOTERAPI. Dalam Prakteknya harus memenuhi standar pasal -pasal berikut :
Pasal 12
Ayat (1) Fisioterapis dalam melaksanakan praktik fisioterapi berwenang untuk
melakukan:
a. Asesmen fisioterapi yang meliputi pemeriksaan dan evaluasi;
b. Diagnosa fisioterapi;
c. Perencanaan fisioterapi;
d. Intervensi fisioterapi;
e. Evaluasi/re-evaluasi/re-asesmen.
Ayat (2) Fisioterapis dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 pasal 12 diatas berkewajiban untuk :
a. Menghormati hak pasien;
b. Merujuk kembali kasus yang tidak dapat ditangani atau belum selesai ditangani, sesuai sistem rujukan yang berlaku;
c. Menyimpan rahasia sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
d. Meminta persetujuan tindakan yang akan dilakukan;
e. Memberikan informasi dalam lingkup asuhan fisioterapi;
f. Melakukan pencatatan dengan baik.
Pasal 13
Ayat (1) Fisioterapis dalam melakukan praktik fisioterapi dapat menerima pasien/klien dengan rujukan dan/atau tanpa rujukan.
Ayat (2) Kewenangan untuk menerima pasien/klien tanpa rujukan hanya dilakukan bila, pelayanan yang diberikan berupa:
a. Pelayanan yang bersifat promotif dan preventif;
b. Pelayanan untuk pemeliharaan kebugaran, memperbaiki postur, memelihara sikap tubuh dan melatih irama pernafasan normal;
c. Pelayanan dengan keadaan aktualisasi rendah dan bertujuan untuk pemeliharaan.
Ayat (3) Pemberian pelayanan selain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pasal 13 diatas termasuk yang berkaitan dengan pengobatan, penyembuhan dan pemulihan kesehatan hanya dapat dilakukan oleh fisioterapis berdasarkan permintaan tenaga medis.
Pasal 14
Ayat (1) Fisioterapis dalam menjalankan praktik perorangan sekurang-kurangnya memenuhi persyaratan :
a. memiliki tempat praktik yang memenuhi syarat kesehatan;
b. memiliki perlengkapan untuk tindakan fisioterapi;
c. memiliki perlengkapan administrasi termasuk catatan tindakan fisioterapis dan formulir rujukan.
Ayat (2) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal 14 diatas sesuai dengan standar perlengkapan fisioterapis yang ditetapkan oleh organisasi profesi.
Ayat (3) Fisioterapis yang telah memiliki SIPF dapat melakukan praktik berkelompok.
Ayat (4) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal 14 diatas, dan ayat (3) Pasal 14 diatas ditetapkan dengan Keputusan Menteri tersendiri.
Pasal 15
Ayat (1) Fisioterapis dalam melakukan praktik berkewajiban untuk mematuhi standar profesi.
Ayat (2) Fisioterapis dalam menjalankan praktik harus membantu program pemerintah dalam meningkatkan kualitas derajat kesehatan sumberdaya manusia dari segala umur.
Pasal 16
Dalam menjalankan praktik, fisioterapis harus senantiasa meningkatkan mutu pelayanan profesinya, dengan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui pendidikan dan pelatihan sesuai dengan bidang tugasnya, baik diselenggarakan oleh pemerintah maupun organisasi profesi.
SANKSI -SANKSI PELANGGARAN KODE ETIK PROFESI FISIOTERAPI
Sanksi - sanksi pelanggaran kode etik seorang fisioterapis, menurut KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1363/MENKES/SK/XII/2001 tentang registrasi dan izin praktik fisioterapis menteri kesehatan republik Indonesia BAB VII mengenai SANKSI. Dalam Prakteknya akan diberikan sanksi - sanksi tegas berupa :
Pasal 23
Ayat (1) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat menjatuhkan sanksi administratif kepada fisioterapis yang melakukan pelanggaran tehadap ketentuan keputusan ini.
Ayat (2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal 23 diatas dilakukan melalui:
a. peringatan lisan; atau
b. peringatan tertulis; dan

SANKSI - SANKSI PELANGGARAN KODE ETIK PROFESI FISIOTERAPI 2

Lanjutan...

c. pencabutan Surat Izin Praktik Fisioterapi.
Ayat (3) Organisasi profesi dapat mengusulkan sanksi administratif kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota terhadap fisioterapis yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan keputusan ini.
Pasal 24
Ayat (1) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dalam mengambil tindakan administratif sebagaimana dimaksud dalam pasal 23 ayat (2) butir c terlebih dahulu mendengar pertimbangan dari Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan (MDTK) tingkat Propinsi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku;.
Ayat (2) Dalam hal MDTK tingkat Propinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal 24 diatas belum terbentuk, pertimbangan diberikan oleh Majelis Pembinaan dan Pengawasan Etika Pelayanan Medis Propinsi.
Pasal 25
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota memberikan tembusan kepada organisasi profesi setempat untuk setiap pencabutan SIPF.
Pasal 26
Pimpinan sarana kesehatan yang tidak melaporkan fisioterapis yang melakukan praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 { yang berbunyi Pimpinan sarana pelayanan kesehatan wajib melaporkan fisioterapis yang melakukan praktik pada sarana pelayanan kesehatannya kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada organisasi profesi } dan/atau mempekerjakan fisioterapis tanpa izin dikenakan sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 27
Terhadap tenaga fisioterapis yang sengaja :
a. Melakukan praktik fisioterapi tanpa mendapat pengakuan/adaptasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 { yang berbunyi Ayat (1) Fisioterapis lulusan luar negeri wajib melakukan adaptasi untuk melengkapi persyaratan mendapatkan SIF. Ayat (2) Adaptasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal 6 dilakukan pada sarana pendidikan milik Pemerintah. Ayat (3) Untuk melakukan adaptasi fisioterapis mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi. Ayat (4) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dengan melampirkan : a. Fotokopi ijazah yang telah dilegalisir oleh Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi; b. Transkrip nilai ujian yang bersangkutan. Ayat (5) Kepala Dinas Kesehatan Propinsi berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menerbitkan rekomendasi untuk melaksanakan adaptasi. Ayat (6) Fisioterapis yang telah melaksanakan adaptasi, berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 { yang berbunyi Pasal 2 ayat (1) Pimpinan penyelenggara pendidikan fisioterapi wajib menyampaikan laporan secara tertulis kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi setempat mengenai peserta didik yang baru lulus, selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah dinyatakan lulus pendidikan fisioterapi. Ayat (2) Bentuk dan isi laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal 2tercantum dalam formulir I terlampir. }, Pasal 3 { yang berbunyi ayat (1) Fisioterapi yang baru lulus mengajukan permohonan dan mengirimkan kelangkapan registrasi kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi di mana sekolah berada guna memperoleh SIF, selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah menerima ijasah pendidikan fisioterapi. Ayat (2) Kelengkapan registrasi sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi : a. Fotokopi ijasah pendidikan fisioterapi; b. Surat keterangan sehat dari dokter; c. Pasfoto ukuran 4 x 6 cm sebanyak 2 (dua) lembar. Ayat (3) Bentuk permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal 3 tercantum dalam formulir II terlampir.}, dan Pasal 4 { yang berbunyi (1) Kepala Dinas Kesehatan Propinsi atas nama Menteri Kesehatan melakukan registrasi berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 dan menerbitkan SIF. Ayat (2) SIF sebagaimana dimaksud pada ayat (1)pasal 4diterbitkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Propinsi atas nama Menteri Kesehatan dalam waktu selambatlambatnya 1 (satu) bulan sejak permohonan diterima. Ayat (3) Bentuk dan isi SIF sebagaimana tercantum dalam formulir III terlampir. }
b. Melakukan praktik fisioterapi tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) { yang berbunyi (2) Fisioterapis yang melaksanakan praktik fisioterapi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memiliki SIPF ( yang berbunyi Fisioterapis dapat melaksanakan praktik fisioterapi pada sarana pelayanan kesehatan, praktik perorangan dan/atau berkelompok.}
c. Melakukan praktik yang melanggar ketentuan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) diatas;
d. Melakukan praktik fisioterapi yang tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) diatas;
e. Tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 (1) { yang berbunyi (1) Kepala Dinas Kesehatan Propinsi harus membuat pembukuan registrasi mengenai SIF yang telah diterbitkan. } dipidana sesuai ketentuan Pasal 35 Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan.
Dikutip dari :
- http://id.wikipedia.org/wiki/Fisioterapi
- KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1363/MENKES/SK/XII/2001 tentang registrasi dan izin praktik fisioterapis menteri kesehatan republik Indonesia

Peraturan Presiden Tentang Tunjangan Jabatan Fungsional Fisioterapis, Refraksionis Optisien, Terapis Wicara, Okupasi Terapis, Ortosis Prostesis, Teknisi Transfusi Darah dan Teknisi Gigi

Peraturan Presiden Tentang Tunjangan Jabatan Fungsional Fisioterapis, Refraksionis Optisien, Terapis Wicara, Okupasi Terapis, Ortosis Prostesis, Teknisi Transfusi Darah dan Teknisi Gigi

11/07/2008
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 34 TAHUN 2008
TENTANG
TUNJANGAN JABATAN FUNGSIONAL
FISIOTERAPIS, REFRAKSIONIS OPTISIEN, TERAPIS WICARA,
OKUPASI TERAPIS, ORTOTIS PROSTETIS,
TEKNISI TRANFUSI DARAH DAN TEKNISI GIGI
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang :
a. bahwa Pegawai Negeri Sipil yang diangkat dan ditugaskan secara penuh dalam Jabatan Fungsional Fisioterapis, Refraksionis Optisien, Terapis Wicara, Okupasi Terapis, Ortotis Prostetis, Teknisi Tranfusi Darah dan Teknisi Gigi, perlu diberikan tunjangan jabataan fungsional yang seseuai dengan beban kerja dan tanggung jawab pekerjaannya;
b. bahwa sehubungan dengan hal tersebut pada huruf a dan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan produksivitas kerja Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan, dipandang perlu mengatur Tunjangan Jabatan Fungsional Fisioterapis, Refraksionis Optisien, Terapis Wicara, Okupasi Terapis, Ortotis Prostetis, Teknisi Tranfusi Darah dan Teknisi Gigi, dengan Peraturan Presiden;
Mengingat :
1. Pasal 4 ayat ( 1 ) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 8Tahun 1974 Tentang Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3041) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3890);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1977 tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1977 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3098) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 10Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008Nomor 23);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil ( Lembaran Negara Republik Indonesia nomor 3547);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4263);
6. Keputusan Presiden Nomor 87Tahun 1999 tentang Rumpun Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN PRESIDEN TENTANG TUNJANGAN JABATAN FUNGSIONAL FISIOTERAPIS, REFRAKSIONIS OPTISIEN, TERAPIS WICARA, OKUPASI TERAPIS, ORTOTIS PROSTETIS, TEKNISI TRANFUSI DARAH DAN TEKNISI GIGI.
Pasal 1
Dalam Peraturan Presiden ini yang dimaksud dengan :
1. Tunjangan Jabatan Fungsional Fisioterapis yang selanjutnya disebut dengan Tunjangan Fisioterapis adalah tunjangan jabatan fungsional yang diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil yang diangkat dan ditugaskan secara penuh dalam Jabatan Fungsional Fisioterapis sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Tunjangan Jabatan Fungsional Refraksionis Optisien yang selanjutnya disebut dengan Tunjangan Refraksionis Optisien adalah tunjangan jabatan fungsional yang diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil yang diangkat dan ditugaskan secara penuh dalam Jabatan Fugsional Refraksionis Optisien sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
3. Tunjangan Jabatan Fungsional Terapis Wicara yang selanjutnya disebut dengan Tunjangan Terapis Wicara adalah tunjangan jabatan fungsional yang diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil yang diangkat dan ditugaskan secara penuh dalam Jabatan Fungsional Terapis Wicara sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
4. Tunjangan Jabatan Fungsional Okupasi Terapis yang selanjutnya disebut dengan Tunjangan Okupasi Terapis adalah tunjangan jabatan fungsional yang diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil yang diangkat dan ditugaskan secara penuh dalam Jabatan Fungsional Okupasi Terapis sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
5. Tunjangan Jabatan Fungsional Ortotis Prostetis yang selanjutnya disebut dengan Tunjangan Ortotis Prostetis adalah tunjangan jabatan fungsional yang diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil yang diangkat dan ditugaskan secara penuh dalam Jabatan Fungsional Ortotis Prostetis sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
6. Tunjangan Jabatan Fungsional Teknisi Tranfusi Darah yang selanjutnya disebut dengan Tunjangan Teknisi Transfusi Darah adalah tunjangan jabatan fungsional yang diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil yang diangkat dan ditugaskan secara penuh dalam Jabatan Fungsional Teknisi Tranfusi Darah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
7. Tunjangan Jabatan Fungsional Teknisi Gigi yang selanjutnya disebut dengan Tunjangan Teknisi Gigi adalah tunjangan jabatan fungsional yang diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil yang diangkat dan ditugaskan secara penuh dalam Jabatan Fungsional Teknisi Gigi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 2
Kepada Pegawai Negeri Sipil yang diangkat dan ditugaskan secara penuh dalam Jabatan Fungsional Fisioterapis, Refraksionis Optisien, Terapis Wicara, Okupasi Terapis, Ortotis Prostetis, Teknisi Tranfusi Darah dan Teknisi Gigi, diberikan tunjangan Fisioterapis, Refraksionis Optisien, Terapis Wicara, Okupasi Terapis, Ortotis Prostetis, Teknisi Tranfusi Darah dan Teknisi Gigi setiap bulan.
Pasal 3
Besarnya tunjangan Fisioterapis, Refraksionis Optisien, Terapis Wicara, Okupasi Terapis, O

STANDAR KOMPETENSI FISIOTERAPI

Pendahuluan
Fisioterapi sebagai salah satu profesi kesehatan dituntut untuk melaksanakan tugas dan fungsinya secara profesional, efektif dan efisien. Hal ini disebabkan oleh karena pasien/klien fisioterapi secara penuh mempercayakan problematik atau permasalahan gangguan gerak dan fungsi yang dialaminya untuk mendapatkan pelayanan fisioterapi yang bermutu dan bertanggung jawab. Fisioterapi sebagai profesi mempunyai wewenang dan tanggung jawab untuk menetapkan hal-hal yang berkaitan dengan lingkup kegiatan profesi fisioterapi.
Guna meningkatkan kinerja profesi fisioterapi salah satunya diperlukan standar profesi sebagai dasar setiap fisioterapis dalam menjalankan profesinya. Dengan demikian sebagai petunjuk dalam menjalankan profesi secara profesional perlu disusun suatu pedoman yang disebut "Standar Profesi Fisioterapi", hal ini sesuai dengan Undang-Undang No. 23 tentang Kesehatan. Dimana dinyatakan bahwa setiap tenaga kesehatan termasuk fisioterapi berkewajiban untuk mematuhi standar profesinya.
Standar Kompetensi Fisioterapi digambarkan dalam bentuk out put :
* Apa yang diharapkan dapat dilakukan oleh seorang fisioterapis?
* Tingkat kesempurnaan pelaksanaan kerja seorang fisioterapis yang di harapkan.
* Bagaimana menilai bahwa kemampuan seorang fisioterapis telah berada pada tingkat yang diharapkan
Kompetensi
Kompetensi berbahasa Inggris,Mampu membaca dan mengerti, berbicara dan berkomunikasi, menulis dengan benar minimal dalam bidangnya (fisioterapi)
Kompetensi menggunakan komputer,Mampu mengakses data dan informasi dari tempat lain, termasuk informasi pengembangan profesi dan informasi lapangan kerja.
Kompetensi etos kerja, disiplin, jujur, teliti, tanggung jawab, kematangan emosi
Disiplin, terutama disiplin waktu sangat penting bagi perusahaan dalam melayani pelanggan.
Kompetensi bekerjasama
Kompetensi mengekspresikan diri
Kompetensi Akademik :Kompetensi kognitif,Kompetensi afektif,Kompetensi psikomotor,Kompetensi Manajemen
Manfaat Standar Kompetensi Fisioterapi
untuk bidang industri dan masyarakat pengguna
* Identifikasi keterampilan yang lebih baik sesuai dengan kebutuhan.
* Membantu penilaian unjuk kerja.
* Membantu rektruitmen tenaga kerja.
* Dipakai untuk membuat uraian jabatan.
* Membantu untuk mengembangkan program pelatihan yang spesifik.
Untuk Institusi Pendidikan
 Memberikan informasi untuk pengembangan program dan kurikulum.
 Sebagai bahan acuan dalam menyelenggarakan pelatihan, penilaian dan sertifikasi.
Unit Kompetensi Fisioterapi, meliputi :Analisa Ilmu sebagai dasar praktik.,Analisis dan Sintesis Kebutuhan Pasien/ Klien,Merumuskan diagnosa fisioterapi,Perencanaan Tindakan Fisioterapi,Intervensi Fisioterapi,Evaluasi dan re-evaluasi,Kemampuan komunikasi dan koordinasi yang efisien dan efektif,Pendidikan,Penerapan prinsip-prinsip manajemen dalam praktik fisioterapi,Melaksanakan penelitian,Tanggung jawab terhadap masyara-kat dan profesi
Etika Fisioterapi Indonesia
Fisioterapis dalam segala aktifitas professional dan pelayanan kepada individu dan masyarakat harus selalu menjaga citra profesi berdasarkan kode etik yang telah ditetapkan oleh organisasi profesi fisioterapi, menjunjung tinggi kehormatan profesi dalam setiap perbuatan dan dalam keadaan apapun, mematuhi peraturan dan kebijakan yang telah ditetapkan oleh organisasi profesi.
Garis Besar Kode Etik Fisioterapi Indonesia
1. Menghargai hak dan martabat individu.
2. Tidak bersikap diskriminatif dalam memberikan pelayanan kepada siapapun yang membutuhkan.
3. Memberikan pelayanan professional secara jujur, berkompeten dan bertanggung jawab.
4. Mengakui batasan dan kewenangan profesi dan hanya memberikan pelayanan dalam lingkup profesi fisioterapi.
5. Menghargai hubungan multidisipliner dengan profesi pelayanan kesehatan lain dalam merawat pasien/klien.
6. Menjaga rahasia pasien/klien yang dipercayakan kepadanya kecuali untuk kepentingan hukum/pengadilan
7. Selalu memelihara standar kompetensi profesi fisioterapi dan selalu meningkatkan pengetahuan/ketrampilan.
8. Memberikan kontribusi dalam perencanaan dan pengembangan pelayanan untuk meningkatkan derajat kesehatan individu dan masyarakat.
.
IV. PENUTUP
Dalam melaksanakan intervensi profesi fisioterapi, tenaga fisioterapi Indonesia diharapkan dapat menjalankan profesinya sesuai dengan standar profesi fisioterapi yang telah ditetapkan. Standar profesi fisioterapi tersebut diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan dalam menjalankan profesi sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh lembaga yang berwenang.
Daftar Kepustakaan.
1. Undang-Undang Nomor 23tahun 1992 tentang kesehatan
2. Undang-Undang Nomor 32tahun 2004 tentang pemerintahan daerah
3. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional
4. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan
5. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonomi
6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 159b/Menkes/Per/II/1988 tentang Rumah Sakit;
7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 104/Menkes/Per/II/1999 tentang Rehabilitasi Medik;
8. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1363/Menkes/SK/XII/2001 tentang Registrasi dan Ijin Praktek Fisioterapis;
9. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1457/Menkes/SK/X/2003 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota;
10. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 004/Menkes/SK/I/2003 tentang Kebijakan dan Strategi Desentralisasi Bidang Kesehatan;
11. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 04/KEP/M.PAN/1/2004 T