Selasa, 09 November 2010

Autis Bisa Disembuhkan

Terapi Perilaku Anak Autis
Kamis, 8 April 2010 | 15:02 WIB

Oleh TATI NURHAYATI

Istilah autis mulai diperkenalkan oleh Leo Kanner pada 1943. Autis berasal dari kata auto yang berarti sendiri. Artinya, penyandang autisme asyik dan seakan-akan berada dalam dunianya sendiri. Autisme merupakan gangguan proses perkembangan yang ditandai dengan keterlambatan perkembangan kognitif, konsentrasi, perilaku, bahasa, motorik, sosial, dan emosi.

Anak autis akan sulit melakukan kontak mata dengan orang lain. Mereka lebih tertarik pada benda daripada manusia. Maka, tidak mengherankan melihat anak autis asyik dengan mainannya daripada ikut bermain dengan teman atau keluarganya. Beberapa anak autis mempunyai perilaku mengoceh, ekolali (membeo atau meniru ucapan orang lain), melakukan gerakan motorik yang berulang-ulang (misalnya mengepak-ngepakkan tangan), menyakiti diri sendiri, atau bahkan menyakiti orang lain. Sebagian juga mempunyai minat dan kegiatan yang monoton dan hiperaktif (tidak bisa duduk dengan tenang).

Sampai sekarang penyebab autisme belum pasti. Namun, beberapa teori mengatakan, penyebabnya mulai dari faktor genetika (keturunan), infeksi jamur, sampai virus. Kekurangan nutrisi dan oksigen, polusi udara, air, dan makanan pada saat kehamilan dapat menghambat pertumbuhan sel otak bayi yang selanjutnya memungkinkan terjadinya autisme.

Banyak orangtua yang mempunyai anak autis bertanya-tanya, "Akan sembuhkah anakku?". Secara anatomis anak autis mengalami kelainan pada otak sehingga mengganggu proses perkembangan anak. Kelainan anatomis pada anak autis ini menurut ilmu kedokteran tidak dapat disembuhkan. Namun, autisme bukan harga mati untuk para orangtua yang memiliki anak autis. Sebab, seperti halnya anak normal, anak autis juga memiliki potensi yang dapat dikembangkan. Tentu saja proses pengembangannya tidak semudah atau secepat anak normal.

Dengan beberapa terapi, anak autis memungkinkan berkembang ke arah yang lebih baik. Perilaku anak autis yang oleh kebanyakan orang anggap aneh pun bisa dikurangi dan ditangani. Salah satu terapinya adalah terapi perilaku (behavior therapy).

Metode ABA

Terapi perilaku adalah terapi yang dilaksanakan untuk mendidik dan mengembangkan kemampuan perilaku anak yang terhambat dan mengurangi perilaku yang tidak wajar, kemudian menggantikannya dengan perilaku yang bisa diterima masyarakat.

Terapi perilaku ini merupakan dasar bagi anak-anak autis yang belum patuh (belum bisa kontak mata dan duduk mandiri) karena program dasar terapi perilaku adalah melatih kepatuhan. Kepatuhan ini sangat dibutuhkan saat anak-anak akan mengikuti terapi lain, seperti terapi wicara, terapi okupasi, dan fisioterapi. Sebab, tanpa kepatuhan ini, terapi yang diikuti tidak akan pernah berhasil. Meski demikian, ternyata masih banyak tempat terapi anak autis atau anak berkebutuhan khusus lain yang tidak menyediakan terapi perilaku sehingga hasilnya tidak efektif.

Salah satu metode terapi perilaku adalah metode applied behavior analysis (ABA). Metode ini dipilih karena memiliki ciri terstruktur, terarah, dan terukur sehingga memudahkan terapis atau orangtua memantau perkembangan anak. Metode ABA ini ditemukan oleh seorang psikolog Amerika, O Ivar Lovaas Phd, sehingga metode ini juga sering disebut dengan metode Lovaas.

Tujuan metode ini adalah mengubah perilaku. Perilaku yang ditargetkan untuk berubah selalu dipilih dan dipertimbangkan untuk meningkatkan kualitas hidup seseorang. Norma atau perilaku ini disesuaikan dengan norma yang ada dan berlaku di masyarakat.

Teknik pelaksanaan ABA menggunakan pendekatan yang bersifat individual. Satu anak ditangani satu terapis, bahkan jika diperlukan didampingi juga oleh tenaga prompting yang membantu anak untuk mengarahkan perilaku yang diinstruksikan terapis. Dalam pengajarannya, ABA mengambil prinsip operant conditioning dan respondent conditioning. Perilaku yang diinginkan dan yang tidak diinginkan bisa dikontrol atau dibentuk dengan sistem hadiah dan hukuman.

Jika perilaku yang diinginkan muncul, anak akan diberi hadiah. Apabila yang muncul adalah perilaku yang tidak diinginkan, anak akan mendapatkan hukuman. Pemberian hadiah dan hukuman ini akan berpengaruh pada frekuensi munculnya perilaku yang diinginkan atau tidak diinginkan.

Adapun program yang diberikan adalah kepatuhan (kontak mata dan dapat duduk saat belajar), bahasa reseptif, bahasa ekspresif, preakademik, dan bantu diri. Program ini disesuaikan dengan keadaan anak. Untuk itu, anak yang akan mengikuti terapi harus diobservasi terlebih dahulu dan dari hasil observasi itu akan ditentukan program untuk anak tersebut.

Dalam ABA disarankan waktu terapi adalah 40 jam per minggu. Keberhasilan terapi ini dipengaruhi beberapa faktor, yaitu berat atau ringannya derajat autisme, usia anak saat pertama kali ditangani, intensitas terapi, metode terapi, IQ anak, kemampuan berbahasa, masalah perilaku, dan peran serta orangtua dan lingkungan.

Peran orangtua

Peran serta orangtua dan masyarakat sangat berpengaruh untuk mendapatkan hasil maksimal. Jadi, harus ada kerja sama yang harmonis antara terapis dan orangtua. Jika anak hanya diberi program atau materi terapi di tempat terapi, sedangkan di rumah tidak diterapkan, upaya itu dipastikan tidak akan berhasil.

Di Bandung sudah banyak lembaga yang menyediakan terapi perilaku untuk anak autis atau anak berkebutuhan khusus lain, misalnya down syndrome, mental retardation, atau cerebral palsy. Beberapa lembaga itu adalah Yayasan Our Dream di Cemara, Sekolah Khusus Total System di Nataendah (Margahayu), Klinik Tanaya di Sulanjana, dan Prananda di Kiaracondong. Beberapa rumah sakit juga sudah menyediakan terapi perilaku.

Untuk wilayah madiun juga sudah ada di rsup dr. Soedono madiun

TATI NURHAYATI Pendamping Anak Berkebutuhan Khusus; Anggota Terapis Perilaku di Bandung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar