Penanganan nyeri dalam bidang obstetri
Nyeri dalam bidang obstetri adalah nyeri yang ditimbulkan selama proses melahirkan, merupakan refleksi individu terhadap berbagai rangsangan yang diterima secara unik dan diintepretasikan berbeda-beda pada tiap individu, dipengaruhi oleh emosi, motivasi, kognitif, sosial dan budaya.
Nyeri pada kala I sebagian besar ditimbulkan dari uterus. Serabut saraf sensoris dari uterus, serviks, dan bagian atas vagina berjalan melintasi ganglion Frankenhäuser yang terletak pada lateral serviks, ke pleksus pelvik dan kemudian ke pleksus iliaka interna medial dan superior, selanjutnya bersama dengan saraf simpatis lumbal dan bagian bawah torak memasuki sumsum tulang belakang pada T10-12 dan L1. Pada awal kala I, nyeri dari kontraksi uterus terutama melalui T11-12.
Saraf motorik dari uterus berasal dari T7-8. Secara teoritis, metode yang dapat memblok saraf sensorik tanpa memblok saraf motorik, dapat digunakan sebagai penghilang nyeri selama melahirkan.
Gambar 1. Jalur rasa nyeri pada proses persalinan
Nyeri saat melahirkan pervaginam berasal dari rangsang pada traktus genitalia bawah melalui nervus pudendus yaitu nervus yang mempersarafi perineum, anus, bagian medial dan inferior vulva dan klitoris. Nervus pudendus berjalan melewati bagian bawah permukaan posterior ligamen sakrospina pada perlekatan dengan spina ishiadika. Serabut saraf sensorik dari nervus pudendus masuk ke S2-4.
Terdapat berbagai metode dalam penanganan nyeri selama melahirkan, yang perlu diperhatikan adalah bagaimana metode tersebut dapat mengurangi intensitas nyeri tanpa membahayakan ibu dan janinnya.
Metode Penanganan Nyeri pada Proses Melahirkan
Non medikamentosa
- Stimulasi saraf elektrik transkutaneus (TENS- transcutaneus electrical nerve stimulation)
- Teknik bernafas/ relaksasi
- Terapi fisik
- Modulasi suhu : dingin atau panas
- Hipnosis
- Pijat
- Akupunktur
- Aromaterapi
Medikamentosa sistemik
- metode inhalasi
- analgetik sistemik
- Analgetik opioid (meperidin, morfin, fentanil, sufentanil, alfentanil, remifentanil)
- Analgetik non –opioid
analgetik agonis-antagonis (Nalbuphine, Butarphanol, Tramadol)
penenang sedatif (Barbiturat, turunan Fenotiazin, Benzodiazepin)
obat-obat disosiatif (Ketamin, Skopolamin)
Medikamentosa regional
- analgetik epidural lumbal
- CSEA
- CSA
- teknik alternatif anestesi regional (blok simpatik lumbal, blok pudendal, blok paraservikal)
Penanganan Non Medikamentosa
Keuntungan dari tehnik non medikamentosa adalah mudah digunakan, cepat tersedia dan efek samping yang minimal. Namun belum tersedia banyak bukti yang mendukung keefektifan metode-metode yang ada. Rasa takut dan rasa tidak mengerti dapat memicu rasa nyeri, karena itu diperlukan pemberian informasi mengenai fisiologi proses melahirkan dan pengenalan staf yang akan menolong. Menurut Melzack (1984) dan Saisto (2001), apabila seorang wanita dipersiapkan untuk proses melahirkan, rasa nyeri dan kuatir selama proses melahirkan akan berkurang secara bermakna dan waktunya dapat menjadi lebih pendek. Rasa nyeri dapat dikurangi dengan relaksasi pernafasan dan didampingi oleh keluarga terdekat.
TENS (Trancutaneus Electrical Nerve Stimulation)
Elektroda dipasang 2 cm dari dermatom T10-L1 pada kedua sisi dari prosesus spinosus untuk memberikan efek analgetik pada kala I. Sepasang elektroda lain dipasang pada dermatom S2-4 untuk menghilangkan nyeri pada kala II. Secara teoritis, transmisi rasa nyeri lewat serabut A dan pelepasan β-endorfin dapat diblok dengan cara ini.
Akupunktur
Jarum akupunktur dimasukkan sedalam 2,5-3 cm dan diberikan arus listrik aliran rendah sebesar 2-3 Hz. Efek analgetik didapatkan melalui pelepasan endorfin atau serotonin dan metensefalin.
Metode Inhalasi
Pemberian 50% nitrat oksida (N2O) dengan oksigen dapat memberikan efek analgetik, diberikan hanya pada saat kontraksi dan diluar kontraksi, dianjurkan untuk bernafas secara normal. Dijelaskan kepada pasien bahwa nyeri tidak dapat menghilang seluruhnya namun gas ini dapat mengurangi rasa tidak nyaman.
Isofluran dan halotan merupakan gas anestesi yang dapat menimbulkan relaksasi uterus apabila diberikan dalam konsentrasi tinggi. Umumnya diberikan pada situasi khusus seperti versi luar pada anak kembar kedua dan pengembalian posisi uterus yang inversi. Setelah tindakan tersebut, gas harus langsung dihentikan karena efek kardiodepresan dan hipotensif dari gas anestesi tadi dapat menimbulkan efek samping pada ibu yang sudah dalam keadaan hipovolemik.
Analgesia Sistemik
Meperidine dan Prometazin
Meperidin, 50-100 mg dengan prometazin, 25 mg, diberikan intramuskular setiap 2-4 jam, efek analgetik akan timbul dalam 30-45 menit. Efek yang lebih cepat akan didapatkan bila meperidin diberikan secara intravaskular 25-50 mg setiap 1-2 jam. Meperidin dapat melintasi plasenta dan waktu paruhnya di neonatus adalah 13 jam atau lebih.
Butorphanol
Butorphanol 1-2 mg setara dengan Meperidin 40-60 mg. Efek samping yang utama adalah pusing, disforia, dan somnolen. Depresi pernafasan pada neonatal lebih jarang terjadi dibandingkan dengan Meperidin.
Fentanil
Opioid sintetik ini merupakan analgetik yang sangat poten dan memiliki masa kerja yang singkat, diberikan dalam dosis 50-100 μg intravena setiap jam. Kerugiannya yang utama adalah masa kerjanya yang sangat singkat
Analgesia Regional
Beberapa obat anestesi lokal yang umum digunakan pada bidang obstetri dapat dilihat pada tabel 2. Penggunaannya membutuhkan pengawasan untuk melihat timbulnya efek samping dan penangan segera. Toksisitas tidak hanya timbul akibat pemberian intravena namun juga pada dosis yang terlalu besar. Toksisitas yang terjadi umunya mengenai sistem saraf pusat dan kardiovaskuler.
Toksisitas Sistem Saraf Pusat
Gejala awal berupa stimulasi, namun seiring meningkatnya kadar serum, timbul gejala depresi. Gejala berupa pusing, tinitus, rasa metalik dan mati rasa pada lidah dan mulut. Pasien menunjukkan perilaku aneh, bicara pelo, fasikulasi otot, kejang dan diikuti dengan penurunan kesadaran. Suksinilkolin dapat mengatasi kejang dan memungkinkan dilakukan pemasangan intubasi. Tiopental dan diazepam dapat mencegah kejang. Denyut jantung janin abnormal seperti deselerasi atau bradikardi persisten dapat timbul akibat hipoksia maternal dan asidosis laktat akibat kejang. Dengan menghilangnya kejang dan pemberian oksigen, keadaan fetus akan membaik.
Toksisitas Kardiovaskuler
Umumnya gejala toksisitas sistem saraf pusat timbul lebih dahulu dibanding toksisitas kardiovaskuler. Gejala toksisitas kardiovaskuler timbul pada dosis yang lebih tinggi kecuali pada bupivakain. Sama dengan toksisitas sistem saraf pusat, pada awal timbul stimulasi yang diikuti dengan depresi, yaitu hipertensi dan takikardi, diikuti dengan hipotensi dan aritmia yang akan menurunkan perfusi uteroplasental dan menimbulkan fetal distress. Hipotensi diatasi dengan pemberian kristaloid dan efedrin intravena. Seksio sesarea perlu dipertimbangkan apabila henti jantung tidak dapat diatasi dalam waktu 5 menit.
Blok Pudendus
Metode ini umumnya aman dan sederhana untuk persalinan pervaginam. Dilakukan pemberian 3 ml lidokain pada ligamen sakrospina dan 3 ml lagi pada daerah dibelakang ligamen ini dan 10 ml pada mukosa diatas spina ishiadika, hal ini dilakukan pada kedua sisi. Dalam 3-4 menit, bagian bawah vagina dan posterior vulva sudah tidak dapat merasakan nyeri. Hal ini dapat digunakan untuk episiotomi dan penjahitannya, namun tidak untuk tindakan manipulasi obstetrik.
Komplikasi yang dapat timbul selain toksisitas seperti yang telah dibahas diatas adalah pembentukan hematoma dan infeksi.
Blok Paraservikal
Metode ini umumnya dapat menghilangkan nyeri pada persalinan kala I namun karena nervus pudendus tidak diblok, maka dibutuhkan tambahan analgesia untuk kala II. Umumnya digunakan lidokain atau kloroprokain, 5-10 ml dengan konsentrasi 1% dan diinjeksikan pada bagian lateral serviks. Bupivakain tidak dapat digunakan karena resiko kardiotoksisitasnya.
Komplikasinya berupa fetal bradikardi yang terjadi pada 15% kasus. Bradikardi dapat terjadi dalam 10 menit dan dapat bertahan hingga 30 menit. Beberapa peneliti menyatakan bahwa bradikardi bukan merupakan tanda asfiksia fetus karena umumnya bayi lahir dalam keadaan baik. Namun ada pula yang menyatakan bahwa kadar pH darah dari pembuluh darah otak dan nilai APGAR didapatkan rendah, bahkan ada beberapa fetus yang meninggal. Hal ini dapat disebabkan karena masuknya obat anestesi ke dalam peredaran darah fetus dan menimbulkan efek depresi pada denyut jantung janin. Karena itu sebaiknya metode ini tidak digunakan bila terdapat resiko keadaan janin yang tidak baik.
Blok spinal (subaraknoid)
Dilakukan dengan pemberian obat anestesi ke dalam ruang subaraknoid. Keuntungannya meliputi waktu yang singkat, onset yang cepat dan tingkat keberhasilan yang tinggi. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa pada wanita hamil, ruang subaraknoid mengecil sehingga pembesaran pleksus vena vertebre internal dengan volume dan jumlah obat anestesi yang sama, akan menghasilkan blok yang lebih tinggi dibanding wanita biasa.
Blok spinal bagian bawah umumnya digunakan pada proses kelahiran dengan forseps atau vakum, yaitu pada dermatom T10, setinggi umbilikus. Blok pada tingkat ini akan menghilangkan nyeri saat kontraksi uterus. Beberapa jenis obat anestesi dapat digunakan, diantaranya adalah lidokain yang diberikan dengan cairan hiperbarik. Bupivakain dengan dosis 10-12 mg dalam 8,5% cairan dekstrose menghasilkan anestesi yang baik pada bagian bawah vagina dan perineum selama 1 jam, diberikan saat telah terjadi pembukaan serviks yang lengkap.
Komplikasinya berupa hipotensi, pusing, kejang, infeksi (araknoiditis dan meningitis), dan gangguan berkemih.
Kontra indikasi meliputi hipotensi maternal refrakter, koagulopati maternal, bakteremia, infeksi kulit pada tempat suntikan dan peningkatan tekanan intrakranial.
Analgesia Epidural
Dilakukan dengan pemberian obat anestesi pada ruang epidural atau peridural yang berisi jaringan areolar, lemak, limfatik, dan pleksus vena internal. Pembuluh darah ini membesar selama kehamilan dan menyebabkan volume ruang epidural berkurang. Dapat diberikan melalui satu kali suntikan atau melalui kateter secara terus menerus.
Untuk menghilangkan nyeri selama kala I dan II, dilakukan blok pada dermatom T10-S5.
Komplikasi berupa hipotensi, total blok spinal, stimulasi sistem saraf pusat, demam, dan nyeri punggung. Beberapa peneliti melaporkan bahwa analgesia epidural memperpanjang masa persalinan dan meningkatkan kebutuhan akan stimulasi oksitosin.
Kontra indikasi berupa perdarahan, infeksi pada tempat suntikan, dan kecurigaan akan kelainan sistem saraf.
Tehnik Kombinasi Spinal-Epidural
Metode ini semakin populer dan memungkinkan analgesia yang cepat dan efektif, baik untuk persalinan pervaginam maupun seksio sesarea. Sesuai gambar 6, sebuah jarum ditempatkan pada ruang epidural dan sebuah jarum lain yang lebih kecil ditempatkan pada ruang subaraknoid, ini disebut sebagai tehnik jarum melalui jarum. Analgetik opioid kombinasi dengan obat anestesi lokal disuntikkan ke dalam ruang subaraknoid dan jarum spinal ditarik dan keteter epidural dipasang. Penggunaan opioid pada ruang subaraknoid adalah untuk menimbulkan efek analgesia secara cepat dan dilanjutkan melalui kateter epidural untuk mempertahankannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar