A. Pengertian
Kerusakan neurologi yang terjadi akibat adanya trauma pada jaringan otak yang terjadi secara langsung maupun efek sekunder dari trauma yang terjadi (Sylvia anderson Price, 1985).
B. Etiologi
1. Oleh benda/ serpihan tulang yang menembus jaringan otak.
2. Efek dari kekuatan atau energi yang di teruskan ke otak.
3. Efek percepatan dan perlambatan (akselerasi-deselerasi)pada otak.
C. Faktor pemberat terjadinya cidera otak
1. Besar kekuatan yang menyebabkan terjadinya trauma (semakin besar kekuatan semakin besar pula kerusakan yang di timbulkannya).
2. Efek sekunder dari cidera otak.
D. Pathofisiologi
Trauma tumpul maupun trauma kepala mebentur benda menyebabkan terjadinya kerusakan pada jringan nervous di otak, dampak yang timbul antara lain perdarahan di otak yang letak dan luasnya bergantung dari besar kekuatan serta lokasi trauma. Perdarahan di otak menyebabkan peningkatan voume intrkaranial yang dapat menimbulkan beberapa manifestasi klinis yang dapat di lihat secara langsung.
Edema cerebri akibat reaksi oleh jaringan setempat akibat dari adanya jaringan yang mengalami trauma menyebabkan pula terjadinya peningkatan volume intrkranial.
Dampak dari peningkatan tekanan intrakranial yang dapat kita lihat pada gambar di bawah ini
(Sylvia Anderson Price, 1982)
E. Gejala klinik
- Sakit kepala yang hebat.
- Wajah asimetris.
- Tak sadar/ pingsan.
- Bingung.
- Lateralisasi/ hemiparese/ paraparese.
- Gangguan bicara.
- Penurunan kesadaran.
F. Pemeriksaan diagnostik/ penunjang
1. Spinal X ray
Membantu menentukan lokasi terjadinya trauma dan efek yang terjadi (perdarahan atau ruptur atau fraktur).
2. CT Scan
Memperlihatkan secara spesifik letak oedema, posisi hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia serta posisinya secara pasti.
3. Myelogram
Di lakukan untuk menunjukan vertebrae (tulang belakang) dan adanya bendungan dari spinal arakhnoid jika di curigai.
4. MRI (magnetic Imaging Resonance)
Dengan menggunakan gelombang magnetic untuk menentukan posisi serta besar/ luas terjadinya perdarahan otak.
5. Thorax X ray
Untuk mengidentifikasi keadaan pulmo.
6. Pemeriksaan fungsi pernafasan
Mengukur volume maksimal dari inspirasi dan ekspirasi yang penting di ketahui bagi penderita dengan cidera kepala dan pusat pernafasan (medula oblongata).
7. Analisa gas darah
Menunjukan efektifitas dari pertukaran gas dan usah pernafasan.
G. Penatalaksanaan
1. Terapi konsevatif
Memperbaiki keadaan umum, pemberian vasodilator, mengurangi edema cerebri.
2. Terapi pembedahan
Trepanasi melakukan evakuasi terhadap perdarahan yang timbul dan menghentikan perdarahan.
H. Pengkajian
1. Riwayat kesehatan yang bergubungan dengan faktor pendukung terjadinya stroke, serta bio- psiko- sosio- spiritual.
2. Peredaradan darah
Palpitasi, sakit kepala pada saat melakukan perubahan posisi, penurunan tekanan darah, bradikardi, tubuh teraba dingin, ekstrimitas tampak pucat.
3. Eliminasi
Perubahan pola eliminasi (inkontinensia uri/ alvi), distensi abdomen, menghilangnya bising usus.
4. Aktivitas/ istirahat
Terdapat penurunan aktivitas karena kelemahan tubuh, kehilangan sensasi atau parese/ plegia, mudah lelah, sulit dalam beristirahat karena kejang otot atau spasme dan nyeri. Menurunnya tingkat kesadaran, menurunnya kekuatan otot, kelemahan tubuh secara umum.
5. Nutrisi dan cairan
Anoreksia, mual muntah akibat peningkatan TIK (tekanan intra kranial), gangguan menelan, dan kehilangan sensasi pada lidah.
6. Persarafan
Pusing/ syncope, nyeri kepala, menurunnya luas lapang pandang/ pandangan kabur, menurunnya sensasi raba terutama pada daerah muka dan ekstrimitas. Status mental koma, kelmahan pada ekstrimitas, paralise otot wajah, afasia, pupil dilatasi, penurunan pendengaran.
7. Kenyamanan
Ekspresi wajah yang tegang, nyeri kepala, gelisah.
8. Pernafasan
Nafas yang memendek, ketidakmampuan dalam bernafas, apnea, timbulnya periode apnea dalam pola nafas.
9. Keamanan
Fluktuasi dari suhu dalam ruangan.
10. Psikolgis
Denial, tidak percaya, kesedihan yang mendalam, takut, cemas.
I. Masalah dan rencana tindakan keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kerusakan jaringan atau trauma pada pusat pernafasan
Tujuan: Pasien menunjukkan kemampuan dalam melakukan pernafasan secara adekuat dengan memperlihatkan hasil blood gas yang stabil dan baik serta hilangnya tanda-tanda distress pernafasan.
Rencana tindakan:
a. Bebaskan jalan nafas secara paten (pertahankan posisi kepala dalam keadaan sejajar dengan tulang belakang/ sesuai indikasi).
b. Lakukan suction jika di perlukan.
c. Kaji fungsi sistem pernafasan.
d. Kaji kemampuan pasien dalam melakukan batuk/ usaha mengeluarkan sekret.
e. Observasi tanda-tanda vital sebelum dan sesudah melakukan tindakan.
f. Observasi tanda-tanda adanya ditress pernafasan (kulit menjadi pucat/ cyanosis).
g. Kolaborasi dengan terapist dalam pemberian fisoterapi.
2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan neuromuskuler pada ekstrimitas.
Tujuan: Pasien menunjukan adanya peningkatan kemampuan dalam melakukan aktivitas fisik.
Rencana tindakan:
a. Kaji kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas.
b. Ajarkan pada pasien tentang rentang gerak yang masih dapat di lakukan.
c. Lakukan latihan secara aktif dan pasif pada akstrimitas untuk mencegah kekakuan otot dan atrofi.
d. Anjurkan pasien untuk mengambil posisi yang lurus.
e. Bantu pasien secara bertahap dalam melakukan ROM sesuai kemampuan.
f. Kolaborasi dalam pemberian antispamodic atau relaxant jika di perlukan.
g. Observasi kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas
3. Penurunan perfusi jaringan otak berhubungan dengan edema cerebri, perdarahan pada otak.
Tujuan: Pasien menunjukan adanya peningkatan kesadaran, kognitif dan fungsi sensori.
Rencana tindakan:
a. Kaji status neurologis dan catat perubahannya.
b. Berikan pasien posisi terlentang.
c. Kolaborasi dalam pemberian O2.
d. Observasi tingkat kesadaran, tanda vital.
4. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan adanya trauma secara fisik
Tujuan: Pasien mengungkapkan nyeri sudah berkurang dan menunjukkan suatu keadaan yang relaks dan tenang.
Rencana tindakan:
a. Kaji tingkat atau derajat nyeri yang di rasakan oleh pasien dengan menggunakan skala.
b. Bantu pasien dalam mencarai faktor presipitasi dari nyeri yang di rasakan.
c. Ciptakan lingkungan yang tenang.
d. Ajarkan dan demontrasikan ke pasien tentang beberapa cara dalam melakukan tehnik relaksasi.
e. Kolaborasi dalam pemberian sesuai indikasi.
5. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan efek dari kerusakan pada area bicara pada himisfer otak.
Tujuan: Pasien mampu melakukan komunikasi untuk memenuhi kebutuhan dasarnya dan menunjukan peningkatan kemampuan dalam melakukan komunikasi.
Rencana tindakan:
a. Lakukan komunkasi dengan pasien (sering tetapi pendek serta mudah di pahami).
b. Ciptakan suatu suasana penerimaan terhadap perubahan yang dialami pasien.
c. Ajarkan pada pasien untuk memperbaiki tehnik berkomunikasi.
d. Pergunakan tehnik komunikasi non verbal.
e. Kolaborasi dalam pelaksanaan terapi wicara.
f. Observasi kemampuan pasien dalam melakukan komunikasi baik verbal maupun non verbal.
6. Perubahan konsep diri berhubungan dengan perubahan persepsi.
Tujuan: Pasien menunjukan peningkatan kemampuan dalam menerima keadaan nya.
Rencana tindakan:
a. Kaji pasien terhadap derajat perubahan konsep diri.
b. Dampingi dan dengarkan keluhan pasien.
c. Beri dukungan terhadap tindakan yang bersifat positif.
d. Kaji kemampuan pasien dalam beristirahat (tidur).
e. Observasi kemampuan pasien dalam menerima keadaanya.
7. Perubahan pola eliminasi defekasi dan uri berhubungan dengan an inervasi pada bladder dan rectum.
Tujuan: Pasien menunjukkan kemampuan dalam melakukan eliminasi (defekasi/ uri) secara normal sesuai dengan kebiasaan pasien.
Rencana tindakan:
a. Kaji pola eliminasi pasien sebelum dan saat di lakukan pengkajian.
b. Auskultasi bising usus dan distensi abdomen.
c. Pertahankan porsi minum 2-3 liter perhari (sesuai indikasi).
d. Kaji/ palpasi distensi dari bladder.
e. Lakukan bladder training sesuai indikasi.
f. Bantu/ lakukan pengeluaran feces secara manual.
g. Kolaborasi dalam(pemberian gliserin, pemasangan dower katheter dan pemberian obat sesuai indikasi).
8. Resiko terjadinya kerusakan integritas kulit berhubungan dengan sirkulasi perifer yang tidak adekuat, adanya edema, imobilisasi.
Tujuan: Tidak terjadi kerusakan integritas kulit (dikubitus).
Rencana tindakan:
a. Kaji keadaan kulit dan lokasi yang biasanya terjadi luka atau lecet.
b. Anjurkan pada keluarga agar menjaga keadan kulit tetap kering dan bersih.
c. Ganti posisi tiap 2 jam sekali.
d. Rapikan alas tidur agar tidak terlipat.
9. Resiko terjadinya ketidakpatuhan terhadap penatalaksanaan yang berhubungan dengan kurangnya informasi.
Tujuan: Pasien menunjukan kemauan untuk melakukan kegiatan penatalak- sanaan.
a. Identifikasi faktor yang dapat menimbulkan ketidak patuhan terhadap penatalaksanaan.
b. Diskusikan dengan pasien cara-cara untuk mengatasi faktor penghambat tersebut.
c. Jelaskan pada pasien akibat dari ketidak patuhan terhadap penatalaksanaan.
d. Libatkan keluarga dalam penyuluhan.
e. Anjurkan pada pasien untuk melakukan kontrol secara teratur.
DAFTAR PUSTAKA
Doengoes, Marylin E., 1989, Nursing Care Plans, USA Philadelphia: F.A Davis Company.
Junadi, Purnawan, 1982, Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Price, Sylvia Anderson, 1985, Pathofisiologi Konsep klinik proses-proses penyakit, Jakarta: EGC.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar